Selasa, 05 Juli 2011

Hak Perempuan dalam Islam dan Hukum Positif di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ketika kita bicara tentang Hak Asasi Manusia, akan banyak terbayang akan hak-hak manusia yang sudah sewajarnya dimiliki oleh manusia itu sendiri. Namaun ketika kita melangkah ke artang atau konisi tempat suatu daerah yang mana kondisi lingkungannya itu berbedad dengan daerah yang kita injak. Maka akan berbeda pula hak yang akan diberikan.
Dalam mata kuliah Hukum HAM ini, penulis akan mengkerucutkan pembahasan tentang Hak Perepuan yang kerap kali menjadi korban pada umumnya. Dalam pembahasan yang akan penulis kupas dalam makalah ini, dapat ditinjau dari aspek pemerintahan yang melakukan beberapa upaya untuk melinungi hak perempuan.
Selain daripada itu, penulis juga akan melakukan penelian dalam makalah ini beberapa hak yang mesti diterima olrh perempuan berdsarkan panddangan Islam. Perbandingan dua hokum ini akan penulis simpulkan baik dalam segi persamaan hokum dan perbedaannya.
B.     Rumusan Masalah
Dengan melihat Latar Belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa Landasan Hukum Islam, mengenai Hak Perempuan ?
2.      Apa Landasan Hukum Positif  di Indonesia, mengenai Hak Perempuan ?
3.      Apa perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, mengenai Hak Perempuan ?
4.      Apa persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, mengenai Hak Perempuan ?
C.     Tujuan Masalah
Dengan melihat rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan masalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui Landasan Hukum Islam, mengenai Hak Perempuan.
2.      Mengetahui Landasan Hukum Positif  di Indonesia, mengenai Hak Perempuan.
3.      Mengetahui perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, mengenai Hak Perempuan.
4.      Mengetahui persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, mengenai Hak Perempuan.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.    Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Perempuan
{ٱلرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۴ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَڈ تَبْغُوا۴ عَلَيْهِنَّ سَبِيڕۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا}
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar."(QS An-Nisaa 34)
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَـٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِۚ ڈ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِڑ وُسْعَهَاۚ ڈ تُضَآرَّ وَٰلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَڈ مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَاڕ عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَڈ جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوۤا۴ أَوْلَـٰدَكُمْ فَڈ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِۗ وَٱتَّقُوا۴ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوۤا۴ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqoroh : 233)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنَا أَبُو قَزَعَةَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي قُشَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَقُّ امْرَأَتِي عَلَيَّ قَالَ تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Dari Hakim bin Mu'awiyah ia berkata : saya bertanya : ya Rasululloh ! apa kewajiban serang dari kami terhadap istrinya ? sabdanya : Engkau beri makan dia apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaian, dan jangan engkau pukul mukanya, dan jangan engkau jelekkan dia dan jangan engkau jauhi (seketiduran) melainkan di dalam rumah." (HR. Ahmad dan Abu dawud dan Nasai.)
حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ الْعَدَوِيَّةِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُنَا إِذَا كَانَ فِي يَوْمِ الْمَرْأَةِ مِنَّا بَعْدَ مَا نَزَلَتْ تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ فَقَالَتْ لَهَا مُعَاذَةُ فَمَا كُنْتِ تَقُولِينَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَأْذَنَكِ قَالَتْ كُنْتُ أَقُولُ إِنْ كَانَ ذَاكَ إِلَيَّ لَمْ أُوثِرْ أَحَدًا عَلَى نَفْسِي و حَدَّثَنَاه الْحَسَنُ بْنُ عِيسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ (متفق عليه)
Adalah Rasululloh saw setelah diturunnkan firman Allah ta'ala, engkau boleh menangguhnkan siapa saja yang engkau kehendaki dari mereka yaitu istri-istrimu, dan engkau boleh mendampingi siapa saja yang engkau kehendaki, maka setiap kali tiba Rasululloh saw, untuk bersama istri-istri beliau, beliau selau meminta izin kepada kami terlebih dahulu. Lalu 'aisyah berkata : suatu hari mu'adzah bertanya kepadaku: "Apa yang akan kamu katakan ketika Rasululloh meminta izin darimu ?", Aku menjawab : "Jika Rasululloh saw meminta izin dariku pasti aku tidak akan membiarkan seorangpun melebihiku".
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرٌ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَلَوْ شِئْتُ أَنْ أَقُولَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ قَالَ السُّنَّةُ إِذَا تَزَوَّجَ الْبِكْرَ أَقَامَ عِنْدَهَا سَبْعًا وَإِذَا تَزَوَّجَ الثَّيِّبَ أَقَامَ عِنْدَهَا ثَلَاثًا (متفق عليه)
Nabi saw bersabda :Sunnah bagi orang yang mengawini seorang gadis supaya tinggal bersamanya 7 hari, dan apabila mengwini seorang janda maka tinggal bersamanya 3 hari.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنَا أَبُو قَزَعَةَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي قُشَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَقُّ امْرَأَتِي عَلَيَّ قَالَ تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ(رواه احمد)
"Dari Mu'awiah ia bertanya kepada Rasululloh : Ya rasululloh apa kewajiban seorang dari kami terhadap istri-istrinya ? sabdanya : engkau beri makan apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaiaan, dan jangan engaku pukul mukanya dan jangan engkau jelekkan dia dan jangan engaku jauhi melainkan di daram rumah"
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَابْنُ أَبِى عُمَرَ - وَاللَّفْظُ لاِبْنِ أَبِى عُمَرَ - قَالاَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا ».
Dari Abi Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rasululloh saw : “Sesungghnya perempuan itudiciptakan dari tulang rusuk jangan kamu uruskan atas sebuah jalan, apabila kamu membiarkannya ia akan tetap begitu dan dia itu bengkok dan bila kamu meluruskannya kamu akan menghancurkannya dan menghancurkannya itu adalah menthalaqnya”
( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)

وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِىٍّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ مَيْسَرَةَ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ أَوْ لِيَسْكُتْ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ».
Dari Abi Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rasululloh saw : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari qiyamat, maka apabila satu urusan telah disaksikan maka berkatalah dengan perkataa yang baik, atau diam dan berbuat baiklah kepada perempuan karena sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk dan sesungguhnya sesuatu yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas jika kamu mencoba meluruskannya maka kamu akan mematahkannya dan jika kamu membiarkannya tidak akan merubah karena bengkoknya, berbuat baiklah kepada perempuan dengan baik”.
( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)

وَحَدَّثَنِى إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِىُّ حَدَّثَنَا عِيسَى - يَعْنِى ابْنَ يُونُسَ - حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِى أَنَسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ ». أَوْ قَالَ « غَيْرَهُ ».
Dari abi hurairoh ia berkata telah bersabda Rasululloh saw : Tidak boleh seorang mu’min membenci mu’minah, jika membenci darinya akhlaqnya ridhokanlah yang lainnya, atau bersabda “yang lainnya”.
( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)
B.     Undang-Undang yang Melindungi Hak Perempuan
Undang-undang yang membicarakan tentang Hak perempuan[1] adalah :
Bagian Kesembilan
Hak Wanita
Pasal 45
Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan system pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan
jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Pasal 49
(1)    Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2)    Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3)    Hak khusus yangmelekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.
Pasal 51
(1)   Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya. hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama.
(2)   Setelah putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anakan-anaknya. dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3)   Setelah putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Kekerasan dalam rumah tangga juga pada umumnya diperuntukan bagi kaum perempuan, karena korban kekerasan di rumah tangga kerap kali terjadi pada istri. Undang-undang KDRT yang menjamin keselamatan Korban memiliki Dasar dan tujuan sebagai berikut[2] :

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
2.      Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
3.      Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
4.      Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
5.      Perlindungan Sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
6.      Perintah Perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban.
7.      Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.
Pasal 2
(1)   Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
a.       suami, isteri, dan anak;
b.      orang-orang yang mempunyai hu0bungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c.       orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
(2)   Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Upaya Islam dalam Hak Perempuan
Beberapa keterangan ayat Qur’an yang tertera dalan QS. An-Nisaa ayat 39, menjelaskan tentang perempuan itu mesti dipimpin oleh laki-laki, dan tidak boleh seorang pemimpin itu menyusahkan istrinya dengan alasan yang tidak berarti.
Hak perempuan adalah menyusui anaknya sampai genap 2 tahun, selain itu juga berhak mendapatkan makanan dan pakaian dari ayahnya dengan cara yang baik. Jika keadaannya laki-laki berpoligami, maka jika ingin mengajak salah satu istrinya harus minta izin kepada istri yang lain. Di dalam hadits dijelaskan jika menikahi seorang gadis itu gilirannya 7 hari dan jika menikahi seorang janda gilirannya 3 hari, namun seorang istri bisa meninfaqkan gilirannya kepada istri yang lain.
Jika istri bebuat kesalahan atau sesuatu yang menyakitkan suami, maka si istri berhak untuk tidak dipukul mukanya dan tidak boleh dijelek-jelekan , dan tidak boleh dijauhi tempat tidurnya melainkan di dalam rumah. Seorang perempuan mu’min perempuan tidak boleh dibenci, kecuali dari akhlaqnya.
B.     Upaya Pemerintah dalam Hak Perempuan
Berhak menjadi perwakilan anggota pemerintah, maka daripada itu ia berhak memilih dan dipilih. Selain itu mempertahankan status kewarga negaraannya karean menikah dengan orang asing. Ia berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan peeraturan-peraturan yang berlaku dalam undang-undang. Bebas berhukum dalm beragama, memiliki hak yang sama dengan suaminya dalam keluarga. Hak lainnya pun sama dengan mantan suaminya atas dasar kepentingan anak dan harta.
Undang-undang lain yang melindungi istri ada dalam KDRT, karena korban kekeran dalam rumah tangga kerap kali terjadi pada perempuan.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abu Daud
Sunan Ahmad
Sunan An-Nasa'i
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1989. BULUGHUL MARAAM. CV DIPONEGORO, Bandung.
Mudjab Mahali, Ahmad. 2004. HADITS-HADITS MUTTAFAQ 'ALAIH. BENADA MEDIA, Jatim
Undang-undang nomor 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang nomor 23 tahun 2004, tentang KDRT



[1] Undang-undang nomor 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia
[2] Undang-undang nomor 23 tahun 2004, tentang KDRT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar