Sabtu, 25 September 2010

Planning Jama'ah Alumni Hikmatussalam


A.     Konsep Dasar Jama’ah
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13, menjelaskan bahwa :

يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآـِٕلَ لِتَعَـارَفُوۤا۴ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَــٰكُمْۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُمْ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ قَالَ حَجَّاجٌ خَيْرٌ مِنْ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُمْ. رواه احمد و ابو دود عن ابن عمر.
“Orang Mukmin yang bergaul bersama manusia dan bersabar atas gangguannya lebih utama daripada orang yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguannya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar, Lihat kitab Musnad Ahmad Juz 9)

Qur’an Surat Ali Imran Ayat 103 :
(وَٱعْتَصِمُوا بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا۴ۚ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”
يد الله مع الجماعة . رواه الترمذي
“Pertolongan Allah bersama Jama’ah” (HR. Tirmidzi, Lihat dalam kitab Sunan At-TItrmidzi 4: 466)
a.      Makna Jama’ah
Dalam Kitab Al-Mujma’ul Wasith 1: 126 disebutkan bahwa :
الجماعة لغة العدد الكثير من الناس وقيل الطائفة من الناس يجمعها غرض واحد
Jama’ah menurut bahasa adalah sekumpulan manusia, disebutkan pula sekelompok yang memiliki satu tujuan.
1.      Jama’ah Shalat
ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ».
“Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendiri, dua puluh tujuh derajat” (HR. Bukhari dan Muslim) Lihat dalam kitab Shohih Muslim Juz 2 dan kitab Shohih Bukhari Juz 1.
2.      Sekelopok orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
قالَ رَسُولُ الله: «لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالَ مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ الله؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.
“Akan datang pada umatku seperti apa yang pernah datang kepada bani Israil setapak demi setapak sehingga jika ada diantara mereka anak yang memperkosa ibunya dengan terang-terangan, di kalangan umatku ada pula yang melakukannya. Dan sesungguhnya bani Israil pecah menjadi 72 millah dan umatku pecah menjadi 73 millah, semuanya di neraka, kecuali satu millah. Mereka bertanya : siapa dia wahai Rasululloh ? Beliau menjawab : Orang yang berpegang tegung kepada apa yang aku dan para sahabatku berpegang teguh.”(HR. Tirmidzi, Tuhfatul Akhwadi, 7:399. Sunan At-Tirmidzi Juz 5)
Ibnu mas’ud berkata : “Barangsiapa dalam al-Haq, berarti ia itu dalam Jama’ah, meskipun sendirian”
b.      Perintah Berjama’ah
Qur’an Surat As-shaff ayat 4 :
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَـٰنٌ مَّرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Qur’an Surat Ali Imran ayat 103-104:
وَٱعْتَصِمُوا۴ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُواۚ …….
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, …..”
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِۚ وَأُولَـٰۤئِكَهُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Hadits Riwayat Bukhari dari Khudzaifah:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللّهِ عَنِ الْخَيْرِ. وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ. مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ إنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرَ. فَجَاءَنَا اللّهُ بِهَـذَا الْخَيْرِ. فَهَلْ بَعْدَ هَـذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» فَقُلْتُ: هَلْ بَعْدَ ذلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالَ: «نَعَمْ. وَفِيهِ دَخَنٌ» قُلْتُ: وَمَا دَخَنُهُ؟ قَالَ: «قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي، وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي. تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ». فَقُلْتُ: هَلْ بَعْدَ ذلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرَ؟ قَالَ: «نَعَمْ. دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ. مَنْ أَجَابَهُمْ إلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا». فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ صِفْهُمْ لَنَا. قَالَ: «نَعَمْ. قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا. وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ فَمَا تَرَى إنْ أَدْرَكَنِي ذلِكَ؟ قَالَ: «تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإمَامَهُمْ» فَقُلْتُ: فَإنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟ قَالَ: «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا. وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ، حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ، وَأَنْتَ عَلَى ذلِكَ
“Orang-orang bertanya kepada Rasululloh saw, tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan karena khawatir menimpaku. Aku bertanya : “Wahai Rasululloh, dulu kami pada masa jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan pada kami dengan kebaikan ini. Apakah sesudah kebaikan ini akan ada keburukan?” Beliau menjawab “Ya” Lalu aku bertanya lagi apa sesudah keburukan akan ada kebaikan? Beliau menjawab : “Ya, tapi padanya ada dakhon (benalu)” Aku bertanya : “Apakah benalunya itu?” Beliau menjawab :”Sekelompok orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjuk dariku, sebagaimana kau akui kebenarannya, sebagian kau ingkari“ Aku bertanya lagi :”Apakah sesudah kebaikan itu akan ada keburuan?” Beliau menjawab :”Ya, yaitu para juru Dakwah di pintu jahanam. Barangsiapa yang mengikutinya, ia akan dicampakan ke dalam neraka.” Aku bertanya :”Terangkanlah kepada kami bagaimana cirri-cirinya” Nabi bersabda :”Mereka kulitnya sama dengan kita dan berkata dengan bahasa kita”, Aku bertanya :”Apakah yang kau perintahkan pada kami jika kami menemui hal itu?” Beliau bersabda :”Bergabunglah dengan jama’ah muslim dan imamnya” Aku bertanya :”Jauhilah semua firqah sekalipun kamu harus memakan akar pepohonan sampai maut menjemputmudan kau dalam keadaan tetap begitu.” (Lihat dalam kitab Shohih Bukhari Juz 3 dan 6)
c.       Larangan Memisahkan diri dari Jama’ah
Hadits Riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas ra :
قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئاً يَكْرَهُهُ، فَلْيَصْبِرْ. فَإنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْراً فَمَاتَ، فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ.
“Barangsiapa yang mendapatkan dari pemimpinnya sesuatu yang ia tidak sukai, hendaklah bersabar. Sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal saja. Lantas ia mati, ia mati jahiliah.” (Lihat kitab Shohih Bukhari Juz 6 dan Shohih Muslim Juz 6)
d.      Kewajiban memelihara jama’ah
Qur’an Surat Asy-Syura ayat 38, tentang bermusyawarah:
وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”
Quran Surat Ali Imran ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ نفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱڊمْرِۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
            “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 6, tentang melakukan tabayun :
يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوۤا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوۤا أَن تُصِيبُوا قَوْمَۢا بِجَهَـٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَـٰدِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10, tentang melakukan Islah :
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۴ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْۚ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Hadits riwayat Tirmidzi dari Abi Hurairoh tentang bersilaturahmi :
يَا أيُّهَا الناسُ، أفشوا السلامَ وأطعِموا الطعامَ، وصِلوا الأرحامَ وصلُّوا بالليلِ والناسُ نيامٌ تدخلوا الجنةَ بسلامٍ
“Wahai manusia sebar luaskanlah salam, bersedekahlah dengan makanan, bersilaturahmilah dan shalatlah pada malam hari ketika orang-orang lelap tidur, niscaya engkau akan masuk surge dengan selamat” (Lihat Sunan At-TIrmidzi Juz 4)
Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 tentang tolong menolong :
 …….وَتَعَاوَنُوا عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰۖ وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى ٱلاثْمِ وَٱلْعُدْوَانِۚ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“…… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
المُؤْمِنَ للمُؤْمِن كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعضُهُ بَعْضاً
“Mukmin dengan mukmin itu ibarat bangunan yang satu sama lain saling mendukung (saling mnguatkan).”(HR. Bukhari dari Abi Musa), Lihat Shohih Bukhari Juz 2 dan 5.
تَرَىٰ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَىٰ عُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَىٰ لَه سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّىٰ


“Engkau akan melihat orang mukmin itu dalam hal saling menyayangi, mencintai dan melindungi sesame mukmin, ibarat sebuah tubuh yang jika salah satu anggota tubuhnya sakit, sekujur tubuhnya ikut merasakan demam” (HR. Bukhari dari Nu’man bin Basyir) Lihat Shohih Bukhari Juz 5.
B.      Visi dan Misi
a.      Visi
Terwujudnya Kader penerus Jama’ah yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b.      Misi
1.      Mengembalikan Umat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
2.      Menghidupkan Ruhul Jihad, Ijtihad dan Tajdid
3.      Mewujudkan muwahid, Mujahid, Mujtahid dan Mujadid
c.       Tujuan
Terlaksananya Syari’at Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara Kaffah dalam segala Aspek kehidupan.
d.      Program Jihad
1.      Ishlahul Aqidah dengan cara mengkaji Tafsir Qur’an atau Kitab Hadits.
2.      Ishlahul Ibadah dengan cara membasmi bid’ah dan Taqlid, serta membimbing para Kader sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah
3.      Ishlahul Khauluqil Ummat, dengan jalan memperbaiki akhlaq para Kader

C.      Doktrin Jam’iyyah
a.      Mengembalikan Umat kepda Al-Qur’an dan As-Sunnah
Qur’an Surat An-Nisa ayat 59 :
يَـٰۤأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلأَْمْرِ مِنْكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلأَْخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”


b.      Melakukan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
Qur’an Surat Ali Imran ayat 104: 
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَأُولَـٰۤـِٕكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
c.       Menghidupkan dan memelihara Ruhul Jihad, Ijtihad dan Tajdid
Upaya memlihara Ruhul Jihad dilaksanakan melaluli pembinaan para Kader Khususnya dan Umat Islam umumnya, melalui kegiatan pendidikan dan dakwah, agar mereka dapat memahami ajaran Islam secara utuh dengan baik dan benar. Kemudian mengamalkannya dalam peri kehidupannya, baik secara fardi atau sendiri-sendiri, maupun dalam kehidupan sebagai sebuah masyarakat. Selain itu mereka juga dimotifasi untuk mengajarkannya, siap membela, mempertahankan Islam dan kaum muslimin dari berbagai tantangan, hambatan dan gangguan musuh-mushnya dengan segala daya kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sesuai dengan perintah Allah swt dalam QS At-Taubah ayat 20 :
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَـٰهَدُوا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِۚ وَأُولَـٰۤـِٕكَ هُمُ ٱلْفَآـِٕزُونَ
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Ruhul Jihad dipelihara dan dikembangkan dengan dimotivasi oleh kenyataan bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diwariskan oleh Rasululloh saw ayat-ayat dan Hadits-haditsnya ahkmnya cukup terbatas jumlahnya. Sementara tantangan dan problematika yang terkait dengan perso’alan manusia dan kemanusiaan terus bermunculan dan berkembang dengan pesat dan cepat. Maka daripada itu diperlukan para mujtahid untuk mengerahkan segala daya dan kemampuan, dengan memperhatikan dalil, nash dan kaidah-kaidah umum yang baku untuk memberikan respon dan jawaban terhadap setiap persoalan yang muncul.
Ruhul Tajdid yang diusung bukanlah “Tahdits”  (mengada-ada) atau “Tabdil dan Taghyir” (mengganti atau mengubah), melainkan identik dengan “Ibanah” atau purifikasi, yakni membedakan yang sunnah dan mana yang bid’ah, mana yang tauhid mana yang syirik. “I’adah”memulihkan Islam sesuai dengan aslinya, dan “Ihya” menghidupkan kembali ajaran Islam yang pengamalannya terbengkalai dan terhenti.
d.      Membentuk Ashabun dan Hawarriyun
Pembentukan Ashabun dan Hawariyyun adalah salah satu upaya yang dilakukan agar para Kader dapat bertindak sebagai Da’I atau mubaligh dengan jalan memperdalam dan memperkaya ilmu-ilmu yang berkenaan dengan hokum-hukum syara serta ajaran-ajaran Islam secara utuh, baik dqan benar serta metodologi dakwah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasululloh saw :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا مِنْ نَبِىٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ ». قَالَ أَبُو رَافِعٍ فَحَدَّثْتُهُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَأَنْكَرَهُ عَلَىَّ فَقَدِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَنَزَلَ بِقَنَاةَ فَاسْتَتْبَعَنِى إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَعُودُهُ فَانْطَلَقْتُ مَعَهُ فَلَمَّا جَلَسْنَا سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ فَحَدَّثَنِيهِ كَمَا حَدَّثْتُهُ ابْنَ عُمَرَ. قَالَ صَالِحٌ وَقَدْ تُحُدِّثَ بِنَحْوِ ذَلِكَ عَنْ أَبِى رَافِعٍ.

“Tidak ada seorang nabipun yang Allah utus kepada umatnya sebelum aku, kecuali ada para pembela dan para sahabat yang menjalankan sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian datang beberapa angkatan (generasi) sesudah mereka mengatakan apa-apa yang tidak mereka perbuat (ilmu tanpa amal), dan mengamalkan apa yang tidak diperintahkan (bid’ah). Maka barangsiapa yang bersungguh-sungguh menyadarkan mereka dengan tangannya (kekuasaan dan wewenang yang ada pada tangannya) makaa ia seorang yang beriman, dan barang siapa yang sungguhn-sungguh bekerja menyadarkan mereka dengan lidahnya (seperti mengajar, bertabligh dan amar ma’ruf nahyi munkar), maka ia adalah orang yang beriman. Dan barang siapa yang bersungguh-sungguh menyadarkan mereka dengan hatinya, maka ia juga termasuk orang yang beriman. Dan selain daripada yang tersebut itu, maka tidak ada pada iman, meskipun sebesar biji sawi.” (HR. Ahmad dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, Lihat Shohih Muslim Juz 1)

Jumat, 24 September 2010

Ta'aruf

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
Allah swt telah menciptakan mahluknya sedemikian rupa, baik yang ada di langit ataupun yang ada di bumi. Di antara sekian makhluk itu, Allah swt menciptakan satu makhluk yang diistimewakan dari yang lainya, yaitu manusia. Sebagaimana firman Allah:

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱڎنسَـٰنَ فِىۤ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(Q.S At-Tin: 4).

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىۤ ءَادَمَ وَحَمَلْنَـٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَـٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَـٰتِ وَفَضَّلْنَـٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيڕ

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.(Al-Isra: 70).

Kemudian Allah swt. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan. Sebagaimana firman-Nya :
يَـٰۤأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۴ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَاڕ كَثِيرًا وَنِسَآءًۚ وَٱتَّقُوا۴ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱڊرْحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu”.(Q.S An-Nisa :1).

وَخَلَقْنَـٰكُمْ أَزْوَٰجًا
Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”.(Q.S An-Naba:8)

وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوۤا۴ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ ڐيَـٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Q.S Ar-Rum: 21)

Oleh karena itu, lahirlah sebuah syari’at pernikahan yang Allah turunkan melalui Rasul-Nya.
Dalam memilih pasangan terutama bagi seorang laki-laki ketika  menikahi calon istrinya, ada empat hal yang diperhatikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut ini.
عن أبي هريرة عن النبي ص قال (تنكَح المرأة لاربع : لمالها و لنسبها و  لجمالها و لدينها، فأظفر بذات الدين تربت يداك) متفق عليه
            Dari Abi Hurairah, dari Nabi saw. sabdanya: “Perempuan dinikahi karena empat (perkara) : karena hartanya, karena turunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Oleh karena itu, dapatilah perempuan yang mempunyai agama, (karena jika tidak) binasalah dua tangan-mu”. (H.R Bukhori & Muslim).

Dalam hadits tersebut ditegaskan bahwa menikahi seorang istri harus dipandang dari segi agamanya. Oleh sebab itu, ada beberapa proses untuk mengenal agama sicalon pasangan, di antaranya dengan Ta’aruf.
Ta’aruf dikenal sebagai ajang perkenalan dua lawan jenis yang dilakukan sebelum pernikahan. Tujuannya adalah untuk mengenal lebih jauh sicalon pasangan, baik dari segi aspek silsilah keluarga, lingkungan tempat tinggalnya dan dan yang terpenting adalah agamanya. Hal ini supaya tidak terjadi penyesalan di dua belah pihak setelah pernikahan dilaksanakan.
Ta’aruf dilaksanakan dengan tidak melanggar aturan Syar’i. Namun pada masa sekarang, terutama di kalangan remaja sering terjadi penyimpangan makna  ta’aruf. Sehingga pelaksanaan ta’aruf itu lebih mirip dengan pacaran yang diharamkan oleh Allah swt. Firman-Nya:
وَڈ تَقْرَبُوا۴ ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِي
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.(Q.S Al-Isro: 32).
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Cinta
2.1.1  Definisi Cinta
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut. (www.wikipedia.com)
Para pakar telah mendefinisikan dan memilah-milah istilah ini yang pengertiannya sangat rumit. Antara lain mereka membedakan :
-          Cinta terhadap keluarga
-          Cinta terhadap Teman atau philia
-          Cinta yang romantis atau juga disebut asmara
-          Cinta yang hanya merupakan hawa nafsu atau cinta erotis
-          Cinta sesama atau juga disebut kasih sayang
-          Cinta pada dirinya sendiri, yang disebut narsisme
-          Cinta akan sebuah konsep tertentu
-          Cinta akan negaranya atau patriotisme
-          Cinta bangsa atau nasionalisme.

2.1.2  Pembagian Cinta
a. Secara Psikologi
Menurut  Kelley, seorang psikolog yang dikutip dalam buku Ya Allah Aku Jatuh Cinta (2007: 35), cinta  terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.        Cinta kerena nafsu, cinta sejenis ini cenderung tidak terkontrol karena hubungan antara dua orang atas nama cinta ini dikuasai oleh emosi yang berlebihan. Di sini berlaku istilah cinta buta.
2.       Cinta pragmatis, pada cinta jenis ini ada keseimbangan antara suka dan duka, atau ada hubungan timbal balik. Sepasang insan ini cenderung dapat mengontrol perasaannya.
3.       Cinta altruistik, cinta yang ini biasanya dimiliki oleh ibu untuk anaknya, biasanya disertai kasih sayang yang tak terbatas.

b. Berdasarkan Manfaat
Abu Al-Ghifari yang dikutip dari buku Cinta Produktif Memanfaatkan Energi Cinta untuk Puncak Sukses (2005: 15), membagi cinta menjadi dua bagian, yaitu :
1. Cinta Produktif
Yaitu seimbangnya antara rasa dan rasio dalam memahami keterkaitan terhadap lawan jenis.
2. Cinta Konsumtif
Yaitu tidak seimbangnya antara rasa dan rasio dalam memahami keterkaitan terhadap lawan jenis.

2.1.3 Unsur-unsur Cinta
Cinta memiliki unsur-unsur sebagaimana yang dikutip dalam situs www.wikipedia.com, diantaranya:
-          Afeksi, yaitu menghargai orang lain.
-          Ikatan, yaitu memuaskan kebutuhan emosi dasar.
-          Altrusme, yaitu perhatian non-egois terhadap orang lain.
-          Reciprocation, yaitu cinta yang saling menguntungkan.
-          Kommitmen, yaitu keinginan untuk mengabadikan cinta.
-          Keintiman emosional, yaitu berbagai emosi dan rasa.
-          Kinship, yaitu ikatan keluarga.
-          Passion, yaitu nafsu seksual.
-          Physical intimacy, yaitu berbagi kehidupan erat satu sama lain.
-          Self-interest, yaitu cinta yang mengharapkan imbalan pribadi.
-          Service, yaitu keinginan untuk membantu.






2.2 Ta’aruf
2.2.1  Pengertian Ta’aruf
a. Menurut Bahasa
Ta’aruf menurut bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu A’rofa yang artinya adalah  “mengetahui/mengenal”. Kata Ta’aruf terdapat dalam firman Allah swt. dibawah ini.
يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآـِٕلَ لِتَعَـارَفُوۤا۴ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَــٰكُمْۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S Al-Hujurat ayat :13)




b. Menurut Istilah
DR. Abdul Halim berkata dalam bukunya “Merajut Benang Ukhuwah Islamiyyah” yang dikutip dalam situs http://bowo1984.blogsome.com.
Kata ta’aruf berarti saling mengenal. Misalnya ada kalimat “Ta’aroftu ila fulan”, artinya saya memperkenalkan diri kepada sifulan. Disini dimaksudkan, hendaknya seorang muslim mengenal saudaranya yang seiman, meyangkut nama, nasabnya dan status sosialnya. Disamping itu, kenalilah juga apa yang disukai dan yang tidak  disukainya. Mengenal secara baik karakteristik saudara, akan menjadi kunci pembuka hati persaudaraan.

Sedangkan menurut Robi’ah al-Adawiyah yang dikutip dalam buku Remaja Miskin Dilarang Pacaran (2006: 56), dia mendefinisikan ta’aruf sebagai berikut.
 “Ta’aruf adalah proses saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberi tahu keadaaan keluarga masing-masing, harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai”.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian ta’aruf itu adalah proses saling mengenalkan antara kedua belah pihak, baik itu nama, nasab dan status sosial, maupun keadaan keluarga, harapan dan perinsip hidup. Juga saling mengenalkan hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai.

2.2.2 Prinsip-Prinsip dalam Ta’aruf
Menurut Aam Amiruddin yang dikutip pada majalah Percikan Iman (edisi12, 2006:58) , prinsip-prinsip ta’aruf adalah sebagai berikut:
1.        Menjaga pandangan mata dan hati dari hal-hal yang diharamkan, yaitu melihat aurat lawan jenis.
2.       Materi pembicaraan tidak mengandung dosa, dan tidak bermuatan birahi.
3.       Menghindari kholwat, yakni  tidak berduaan ditempat sepi tanpa disertai muhrimnya.
4.       Menghindari persentuhan pisik, seperti berpegangan tangan, berciuman dan berpelukan.
5.       Menjaga aurat masing-masing sesuai aturan syar’i atau Islam.

2.2.3  Ruang Lingkup Ta’aruf
Menurut Abu Al-Gifari (2007: 66), ruang lingkup ta’aruf meliputi:
a. Perhatikan isi rumahnya,
b. Amati lingkungnya,
c. Kenali latar belakang pendidikannya,
d. Telusuri bacaannya,
e. Mencari keterangan dari saudara dan teman-temannya.

Sedangkan ruang lingkup ta’aruf yang dikutip dari situs http://razzahra.multiplay.com, adalah sebagai berikut.
a.  Keadaan keluarga
b. Harapan dan Prinsip Hidup
c. Kesukaan dan yang tidak disukai
d. Ketakwaan calon pasangan.

Setelah meninjau kedua pendapat mengenai ruang lingkup ta’aruf di atas, maka dapat diuraikan sebuah  kesimpulan  secara sederhana, yaitu:
1. Kepribadian
Sebagai seorang manusia, pastilah memiliki kepribadian  tersendiri. Maka dalam proses ta’aruf, kepribadian dapat saling dikenalkan antara keduanya yang menjalani ta’aruf. Kepribadian tersebut dapat ditinjau dari aspek agama seperti keimanan dan ketakwaan dan keduniawian seperti harapan, prinsip dan hal-hal yang disukai maupun yang tidak disukai.

2. Lingkungan Rumah (Keluarga)
Rumah adalah tempat pendidikan pertama dan merupakan pendidikan paling utama. Jika pendidikan dirumah gagal, maka gagal pula kehidupan anak di kemudian hari. Pentingnya pendidikan di rumah sehingga Allah swt. pun  mewajibkan segenap kaum muslimin untuk senantiasa memberi peringatan kepada anggota keluarganya. Selain itu perjuangan menegakkan rumah tangga sakinah adalah bentuk jihad.
Allah swt. berfirman:
يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنذِرْ  
Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan!” (Q.S Al-Mudatsir: 1-2).

يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۴ قُوۤا۴ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَـٰۤـِٕكَةٌ غِڈظٌ شِدَادٌ ڑ يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S At-Tahrim: 6).

Allah swt. Berfirman:
يَٰۤأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۴ ڈ تَتَّخِذُوا۴ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ ڈ يَأْلُونَكُمْ خَبَاڕ وَدُّوا۴ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱډيَـٰتِۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Q.S Ali Imran: 118).
ٱڊخِڋءُ يَوْمَــِٕذ۠ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِڑ ٱلْمُتَّقِينَ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (Q.S Az-Zukhruf:67).

Menurut Imam Syafi’i yang dikutip dalam buku Pacaran yang islami adakah? (2007: 68) dikatakan bahwa: “Barangsiapa yang bergaul dengan orang yang mulia akan mulia, sebaliknya bergaul dengan orang yang jelek akan jelek”.

Bergaul dengan tukang mabuk, sekalipun tidak mabuk, tapi kesannya jelek dan lambat laun akan ikut mabuk juga. Begitu juga bergaul dengan yang tidak berjilbab, lambat laun kualitas berjilbabnya akan menurun.
Calon pasangan yang memiliki lingkungan yang baik, umpamanya dengan ahli mesjid, organisasi Islam, atau aktifitas positif lainya, menunjukan bahwa dia adalah pasangan yang memiliki kepedulian terhadapa Islam dan bertanggung jawab dirinya sebagai seorang hamba.

4. Latar belakang pendidikan
Memang tidak menjamin seratus persen bahwa santri atau yang berlatar belakang pendidikan agama akan baik seluruhnya. Namun setidaknya pendidikan keagamaan pada umumnya memiliki siswa yang ta’at dan patuh terhadap Islam.
Begitu pula tidak seratus persen bahwa siswa yang berpendidikan umum akan jelek seluruhnya, ada saja yang berprilaku  baik. Namun di lingkungan pendidikan itu tak jarang terdengar tawuran, perkelahian, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas.
Seorang muslim yang baik tentu saja memilih calon yang berlatar belakang pendidikan Islami. Walaupun hal ini bukanlah suatu keharusan, namun setidaknya mengusahakan hal tersebut dapat dikatakan penting. Mereka yang berpendidikan pesantren atau berlatar pendidikan agama, akan memiliki ghirah yang lebih dan memiliki dasar agama yang kuat yang dapat menjadi bekal dalam kehidupan rumah tangga nanti.

2.2.4  Aplikasi Ta’aruf
Dalam aplikasi ta’aruf, ada beberapa pendapat yang dikutip oleh penulis, yaitu sebagai berikut:
Menurut Aminuddin Imam Muhayi yang dikutip dari situs Http:// assunnah@yahoogroups.com, proses ta’aruf adalah sebagai berikut:
1. Berniat karena Allah, karena asal dari hukum laki-laki melihat wanita yang bukan mahram adalah dosa, maka hendaknya ketika nadhar/melihat calon diniatkan karena ingin menikah, walaupun jika ternyata tidak cocok tidak mengapa.
2. Ketika melihat calon ditemani oleh wali wanita, entah itu bapaknya, kakak laki-laki dan seterusnya.
3. Ketika proses ta’aruf berlangsung boleh melihat kepada calon wanita dan bertanya tentang hal-hal demi kemaslahatan pernikahan, seperti: apakah calon mempelai memiliki penyakit yang termasuk aib nikah, seperti: lepra, dan lain-lain, juga sebaliknya calon perempuan dibolehkan bertanya kepada laki-laki.
4. Hindari khalwah atau berduan tanpa disertai mahram.
5. Boleh nadhar lebih dari sekali jika dirasa informasi yang di dapat kurang memuaskan.
6. Wajah seorang wanita menunjukkan kecantikannya, dan telapak tangannya menunjukkan kesuburan.
7. Untuk hendaknya yang menjadi perhatian utama dalam menuju proses pernikahan adalah kebaikan akhlaq dan agama calon. Laki-laki jangan hanya terfokus pada wajah saja, demikian juga wanita, akan tetapi jika yang menjadi perhatian utama adalah akhlaq maka itu itu lebih utama sebagaimana anjuran Nabi Shallahu alaihi wasallam,

عن أبي هريرة عن النبي ص قال (تنكَح المرأة لاربع : لمالها و لنسبها و  لجمالها و لدينها، فأظفر بذات الدين تربت يداك) متفق عليه
      Dari Abi Hurairah, dari Nabi saw. Sabdanya: “Perempuan dinikahi karena empat (perkara) : karena hartanya, karena turunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Oleh karena itu, dapatilah perempuan yang mempunyai agama, (karena jika tidak) binasalah dua tangan-mu”. (H.R Bukhori & Muslim).

8. Jika telah cocok hendaknya langsung melamarnya (khitbah), tanpa menunggu berlama-lama, kemudian ditentukan hari pernikahan.
9. Hendaknya diperhatikan bagi kedua calon, bahwa walaupun proses melamar telah dijalani, tidak serta merta menjadi halal hubungan keduanya, lantas melakukan misalnya, saling menelphon untuk urusan yang tidak penting yang tidak ada hubungannya dengan pernikahan, atau saling SMS untuk melepas kangen, atau bahkan ketemuan atau datang atau apel.
10. Segera lakukan pernikahan secara syar’i.

Adapun aplikasi ta’aruf yang dikutip dari situs http://syariahonline.com, adalah sebagai berikut:
Dalam upaya ta'aruf dengan calon pasangan, pihak laki-laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi ta`aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua.
Ta’aruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting.
Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video.
Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk dilihat. Dan khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh disana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua tapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak tangan wanita pun bukan termasuk aurat.
Lalu bagaimana dengan keharusan ghadhdhul bashar ? Bab ghadhdhul bashar tempatnya bukan saat ta`aruf, karena pada saat ta`aruf, secara khusus Rasulullah SAW memang memerintahkan untuk melihat dengan seksama dan teliti.
Selain urusan melihat pisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Janganlah ta`aruf menjadi pacaran. Sehingga tidak terjadi khalwat dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami istri ini.

2.3 Pacaran
a. Pengertian Menurut Bahasa
Pacaran berasal dari kata pacar. Dalam Kamus Besar Indonesia (edisi ketika, 2002: 807), kata pacar memiliki arti kekasih atau lawan jenis yang tetap berdasarkan cinta kasih.
Dari kata pacar tersebut, jika diberi imbuhan ber-an, maka akan menjadi kata berpacaran yang artinya bercintaan atau berkasih-kasihan. Dan jika diberi imbuhan me-i, maka akan menjadi kata mamacari yang artinya mengencani atau menjadikan ia sebagai pacar. Maka pacaran memiliki arti hubungan cinta kasih antara lawan jenis.
b. Pengertian Menurut Istilah
Dalam situs http://wppi.wordpress.com, di sana dicantumkan beberapa definisi pacaran, diantaranya:
-          Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan (antara lain dengan saling bertemu disuatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama) dengan kekasih atau teman lawan-lawan jenis yang tetap (yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih).
-          Pacaran adalah aktivitas menumpahkan rasa suka dan sayang kepada lawan jenis.
-          Pacaran adalah hubungan laki-laki perempuan yang bukan muhrim dalam sebuah komitmen selain nikah.
-          Pacaran adalah aktivitas baku syahwat yang dilarang oleh Islam.

Sedangkan Menurut Abu Al-Ghifari (2003: 84),  Pacaran adalah :
“Pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, ciuman, berpelukan dan sebagainya. Bahkan sampai terjerumus kedalam perzinahan”.

BAB III
KEDUDUKAN TA’ARUF DALAM PERSPEKTIF ISLAM

4.1 Pergeseran Makna Ta’aruf
Kata ta’aruf pada asalnya hanya memiliki makna mengenal saja, sebagaimana dalam Q.S Al-Hujurat: 13
يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآـِٕلَ لِتَعَـارَفُوۤا۴ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَــٰكُمْۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
 “ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S Al-Hujurat ayat :13)
Tafsir dari ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Allah swt. berfirman bahwasannya Dia telah menciptakan manusia dari seorang lai-laki, ialah Adam dan seorang perempuan ialah Hawa, kemudian menjadikan umat manusia berpecah-pecah menjadi bangsa-bangsa dan dari bangsa berpecah menjadi bersuku-suku, dengan demikian supaya mereka saling mengenal. Dan sesungguhnya umat manusia itu adalah sama di hadapan Allah, tiada satu bangsa mempunyai kelebihan dengan yang lain, semuanya adalah sama-sama anak cucu Adam. Dan yang paling mulia di sisi Tuhan adalah yang palin bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Ibnu Katsier 7: 321).
Istilah ta’aruf ini seringkali dipakai untuk perkenalan sepasang calon suami-istri yang akan melaksanakan pernikahan. Sehingga istilah ta’aruf tersebut menjadi lebih menyempit, yaitu ta’aruf lebih cenderung diartikan sebagai media yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan yang akan dinikahi.
Maka makna ta’aruf itu bergeser dari yang asalnya hanya mengenal biasa, namun kini lebih cenderung bahwa ta’aruf itu adalah  sebuah proses yang dilaksanakan sebelum pernikahan.

4.2 Kedudukan Ta’aruf dalam Perspektif Islam
4.2.1  Kedudukan Ta’aruf dalam Pernikahan.
Pernikahan merupakan sunnah Nabi saw yang harus dihidupkan, sebagaimana sabda Nabi saw.
و اتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني (متفق عليه)
Dan Aku menikahi perempuan-perempuan, maka barang siapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka ia bukan dari golonganku” (H.R Bukhori & Muslim)

وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوۤا۴ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ ڐيَـٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Q.S Ar-Rum: 21)
Pernikahan pun diperintahkan kepada para pemuda yang telah mampu untuk melaksanakannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
يا معشر الشباب، من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه اغض للبصر واحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه باالصوم، فإنه له وجاء (متفق عليه)
Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu untuk nikah, maka hendaklah ia nikah, karena yang demikian itu lebih menundukan pandangan dan memelihara kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena hal itu adalah sebagai penghalang baginya” (H.R Bukhori & Muslim).

Sebelum melaksanakan pernikahan, Rasulullah saw. Memerintahkan kepada pasangan laki-laki untuk mengenal terlebih dahulu terhadap calon istrinya. Sebagai mana sabdanya kepada seseorang yang akan menikah.
عن أبي هريرة أن النبي ص قال لرجل تزوج إمرأة "أنظرت إليها ؟" قال : لا ، قال "اذهب فانظر إليها" (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah bahwasannya Nabi saw. telah berkata pada seorang laki-laki yang akan menikahi seorang perempuan : “Sudahkah engkau melihatnya?”. Ia menjawab : “Belum”, Sabdanya : “Pergilah dan Lihatlah ia”. (H.R Muslim).

4.2.2  Hukum Ta’aruf dan Pacaran dalam Perspektif Islam
Ta’aruf adalah proses saling mengenalkan antara kedua belah pihak, baik itu nama, nasab dan status sosial, maupun keadaan keluarga, harapan dan perinsip hidup. Juga saling mengenalkan hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai.
Dikarenakan ta’aruf adalah sebuah urusan mu’amalah, maka berlaku qoidah
الأصل في غير العبادة الإباحه إلا  ما دل دليل على خلافه
Asal dari pada pekerjaan diluar ibadah adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang menunjukan atas pengharamannya.

Oleh karena itu, hukum ta’aruf pada asalnya adalah mubah. Namun dikarenakan adanya dalil yang menunjukan atas penganjurannya, maka hukum ta’aruf tersebut berubah yang tadinya mubah menjadi sunnah. Adapun dalil yang menunjukan atas penganjurannya itu adalah sebagai berikut.
عن أبي هريرة أن النبي ص قال لرجل تزوج إمرأة "أنظرت إليها ؟" قال : لا ، قال "اذهب فانظر إليها" (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah bahwasannya Nabi saw. telah berkata pada seorang laki-laki yang akan menikahi seorang perempuan : “Sudahkah engkau melihatnya?”. Ia menjawab : “Belum”, Sabdanya : “Pergilah dan Lihatlah ia”. (H.R Muslim).

Sedangkan pacaran ialah pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, ciuman, berpelukan dan sebagainya. Bahkan sampai terjerumus kedalam perzinahan.
 Hal ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw.
إن الحلال بين والحرام بين وبينهما مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام كالراعي يرع حول الحمى يوشك ان يقع فيه، ألا وإن لكل ملك حمى، ألا وإن حمى الله محارمه...الحديث (متفق عليه)
Sesungguhya yang halal itu nyata dan yang haram itu nyata, tetapi diantara keduanya ada beberapa syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Oleh karena itu, barang siapa yang menjauhi syubhat, sesungguhnya ia telah bersih agama dan dirinya. Dan barang siapa yang masuk didalam syubhat, (dikhawatirkan) akan masuk pada haram. Sebagaimana gembala yang menggembala dikelilingi batas, tidak lama ia akan jatuh padanya. Dan ketahuilah! Bahwa tiap-tiap milik ada batasnya, dan ketahuilah! Bahwa batas Allah ialah larangan-larangan-Nya”.... Al-Hadits (H.R Bukhori dan Muslim).
Selain itu, dalam definisi pacaran di atas, terdapat hal-hal yang mendekati perzinahan, dan ini bertentangan dengan firman Allah swt.
وَلا تَقْرَبُوا۴ ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيل

 Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.(Q.S Al-Isro: 32).
Oleh karena itu, walaupun pacaran adalah proses perkenalan antara sepasang calon suami-istri, hukumnya adalah haram.

4.2.3  Perbedaan Aplikasi Ta’aruf  dengan Aplikasi Pacaran.
Ta’aruf memiliki prinsip-prinsip yang dipegang dalam pengaplikasiannya. Sedangkan pacaran tidak mengenal batas-batas dalam pengaplikasiannya. Adapun pandangan Islam mengenai kedudukan prinsip-prinsip ta’aruf tersebut adalah sebagai berikut.
1.        Menjaga pandangan mata dan hati dari hal-hal yang diharamkan, yaitu melihat aurat lawan jenis.
Islam mengharuskan baik laki-laki atau wanita untuk menundukan pandangan agar terhindar dari fitnah seksual melalui mata. Diharamkan untuk mengumbar pandangan. Mata jelalatan menunjukan syetan telah mengendalikan mata itu. Rasulullah saw. bersabda: Pandangan (jelalatan) itu adalah anak panah beracun dari anak-anak panah iblis, siapa saja yang menghindarkannya karena takut kepada Allah, ia akan dikaruniai oleh Allah keimanan yang terasa manis di dalam hatinya.(H.R Hakim).
Allah swt. berfirman :

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۴ مِنْ أَبْصَـٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۴ فُرُوجَهُمْۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَڈ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِڑ مَا ظَهَرَ مِنْهَاۖ......
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”.(Q.S An-Nur : 30-31).
Pandangan mata terhadap lawan jenis secara psikologis dapat menimbulkan dorongan seksual, dan dorongan seksual ini, senantiasa menuntut orang yang tidak beriman bisa mengambil jalan pintas guna memuaskan tuntutan seksual yang bergejolak. Oleh karena itu, perlu ditanamkan pengertian tentang manfaat menjaga dan bahaya mengumbar pandangan mata.
Menjaga pandangan di sini mempunyai dua arti, yaitu :
Pertama, pandangan lahir, yaitu melihat dan menikmati bagian-bagian tubuh yang menarik dan menggairahkan nafsu birahi.
Kedua, pandangan batin yaitu syahwat yang timbul dalam hati untuk mengadakan hubungan seksual atau perbuatan-perbuatan lain yang melanggar kesusilaan setelah melihat bentuk lahir dari lawan jenis seks yang berlawanan (Ahmad Azhar Abu Miqdad, 1997:97).
Rasulullah saw. bersabda : “Hai Ali! Janganlah mengikutkan pandangan yang satu kepada pandangan yang lain, karena sesungguhnya buatmu adalah yang pertama dan bukan yang terakhir (yang kedua)”. (H.R Ahmad dan Abu Dawud).

عن جابر قال : سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ
Dari Jabir Bin Abdillah r.a Ia berkata : “Saya bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba maka Rasulullah menyuruh saya memalingkan pandangan mata saya”. (H.R Muslim).
Diantara manfaat menjaga pandangan mata adalah, merasakan manisnya iman dalam hatinya. Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah saw.
Tidak ada seorang muslimpun yang memandang keindahan seorang perempuan lalu ia menahan pandangannya, melainkan akan dijadikan baginya suatu ibadah yang kemanisannya akan ia rasakan dalam hatinya” (H.R Tabrani dan Ahmad).
Orang yang senantiasa menjaga matanya, juga mendapat jaminan dari Allah swt. bahwa ia tidak akan melihat api neraka, hal ini dikatakan Rasulullah saw. sebagai berikut:
Ada tiga kelompok manusia yang mata mereka tidak akan melihat api neraka, yaitu orang-orang yang matanya terjaga di jalan Allah, orang yang matanya menangis karena takut kepada Allah dan orang-orang yang matanya tidak mau melihat hal-hal yang diharamkan Allah”. (H.R Tabrani).

2.       Materi Pembicaraan Tidak Mengandung Dosa, dan Tidak Bermuatan Birahi.
Jika seorang laki-laki bercakap-cakap dengan perempuan yang bukan muhrimnya, ataupun sebaliknya, maka ia harus menjaga perkatannya dari hal-hal yang mendekati perzinahan. Karena mendekati perzinahan itu hukumnya haram. Allah swt. berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيل

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.(Q.S Al-Isro: 32).
Kemudian Allah swt. pun membenci orang yang kotor lidahnya.
وعن أبى الد رداء قال : قال رسول الله ص انّ الله يبغض الفاحش البذيء ( اخرجه الترمذي و صححه )
Dari Abi Darda, ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah benci kepada orang yang jelek perangai, kotor lidah”. (Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan ia sahkan hadits tersebut).

3.       Menghindari kholwat, yakni  tidak berduaan ditempat sepi tanpa disertai muhrimnya.
Berkhalwat ialah   seseorang  yang berdua-duaan dengan lawan jenisnya yang bukan muhrim ditempat sepi tanpa ditemani muhrimnya. Atau istilah ini dikenal di kalangan remaja dengan istilah “mojok”.
Dalam Islam, berkhalwat hukumya haram, karena pihak ketiga yang hadir ketika berkhalwat tiada lain adalah syetan.
 لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ (متّفق عليه عن ابن عباس )
Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram”. (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas)

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
 “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi-sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi muhrimnya. Sebab bila demikian,  syetanlah yang menjadi pihak ketiganya”. (H.R Ahmad).

4.       Menghindari persentuhan pisik, seperti berpegangan tangan, berciuman dan berpelukan.
Dalam Islam, hukum bersentuhan kulit antara laki-laki dengan wanita yang bukan muhrimnya adalah haram. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
 لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حِدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ (الطبرني)
Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani).

5.       Menjaga Aurat Masing-masing Sesuai Aturan Syar’i Islam.
Aurat secara garis besar berarti lokasi dari anggota tubuh tertentu pada manusia yang mengandung muatan seks atau mengandung daya tarik seks. Sehingga jika aurat ini sengaja atau tidak sengaja ditampakkan, akan membangkitkan birahi dan memancing lawan jenis untuk mendekati, bahkan melakukan perzinahan. Bagi wanita, nyaris seluruh tubuh dan gerakannya mengandung muatan seks. Sementara bagi laki-laki justru hanya sebagian kecil dari tubuhnya dan gerakan tubuhnya yang bisa dikategorikan aurat.
Aurat bisa juga berarti kelemahan, artinya, dalam tubuh tersebut ada kelemahan yang jika tidak bisa menutupinya, atau tidak bisa menjaganya wanita bisa celaka atau terjerembab pada lembah kehinaan dan dikuasai sepenuhnya oleh lawan jenis (laki-laki).
Dalam Islam, hukum menutup aurat adalah wajib, sebagaimana firman Allah swt:
لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۴ مِنْ أَبْصَـٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۴ فُرُوجَهُمْۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَڈ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِڑ مَا ظَهَرَ مِنْهَاۖ......

 Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”. (Q.S An-Nur: 30-31)
يَـٰۤأَيـُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَـٰتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰۤ أَن يُعْرَفْنَ فَڈ يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
 “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al-Ahzab:59).

Makna dari “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” di batasi dengan sabda Rasulullah saw:
إن المرأة إذا حاضت لا يصلح أن يرى منها الا وجهها و يداها الى المفصل (رواه ابو داود)
Sesungguhnya (anak) perempuan, apabila cukup umurnya maka tidak boleh dilihat akan dia, melainkan mukanya dan dua tangannya sampai pergelangan” (H.R Abu Dawud).
3078/2- رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الأَوْسَطِ ، وَالْحَاكِمُ ، وَعَنْهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَلَفْظُهُ : مَنْ رَزَقَهُ الله امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ الله عَلَى شَطْرِ دِينِهِ ، فَلْيَتَّقِ الله فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Ausath, dan hakim dan daripadanya Al-Baihaqi, dan dalam lafadznya : “Barangsiapa yang telah Allah rizkikan seorang istri yang sholeh, maka sungguh Allah telah menyelamatkannya atas syarat agama-Nya, maka bertaqwalah (ta’at) dalam syarat yang telah tetap”
حدثنا هشام بن عمار . حدثنا عيسى بن يونس . حدثنا عبد الرحمن بن زياد بن أنعم عن عبد الله بن يزيد عن عبد الله بن عمرو
 : - أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( إنما الدنيا متاع . وليس من متاع الدنيا شيء أفضل من المرأة الصالحة )
Dari Abdullah bin Umar : “Bahwa Rasululloh saw telah berkata (sesungguhnya dunia itu perhiasan, dan tidak ada sesuatupun dari perhiasan dunia yang lebih utama dari istri yang shaleh)”( سنن ابن ماجه, محمد بن يزيد أبو عبدالله  القزويني, دار الفكر – بيروت,  Juz 1)
 [ ش ( متاع ) أي محل للاستمتاع . لا مطلوبة بالذات ] .
قال الشيخ الألباني : صحيح

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى الْمُحَارِبِىُّ حَدَّثَنَا أَبِى حَدَّثَنَا غَيْلاَنُ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ (وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ) قَالَ كَبُرَ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَقَالَ عُمَرُ - رضى الله عنه أَنَا أُفَرِّجُ عَنْكُمْ. فَانْطَلَقَ فَقَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنَّهُ كَبُرَ عَلَى أَصْحَابِكَ هَذِهِ الآيَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَفْرِضِ الزَّكَاةَ إِلاَّ لِيُطَيِّبَ مَا بَقِىَ مِنْ أَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا فَرَضَ الْمَوَارِيثَ لِتَكُونَ لِمَنْ بَعْدَكُمْ ». فَكَبَّرَ عُمَرُ ثُمَّ قَالَ لَهُ « أَلاَ أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ ».
Rasululloh saw bersabda : sesungguhnya Allah tidak mewajibkan Zakat kecuali untuk mensucikan apa yang telah ditetapkan dari harta-hartamu dan sesungguhnya tidaklah  apa-apa yang telah diwajibkan dari warits diperuntukan bagi siapa saja sesudah kalian. Maka umar bertabir kemudian beliau bersabda padanya : Ingatlah telah dikhabarkan kepdamu dengan kebaikan apa-apa yang sedang disimpan sorang laki-laki adalah istri yang sholeh apabila ia melihat kepadanya menggembirakannya dan apabila ia memerintahkannya dita’atinya dan apabila dan apabila ia pergi darinya ia menjaganya. (سنن أبي داود, أبو داود سليمان بن الأشعث السجستاني, دار الكتاب العربي ـ بيروت,  Juz 2)
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلَاثَةٌ وَمِنْ شِقْوَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ وَمِنْ شِقْوَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ السُّوءُ وَالْمَسْكَنُ السُّوءُ وَالْمَرْكَبُ السُّوءُ
Telah bersabda Rasululloh saw : dari yang membahagiakan anak adam itu ada 3 dan dari yang mencelakakan anak adam itu ada 3, dari yang membahagiakan anak adam adalah istri yang sholeh dan menetapkan tempat/waktu yang sholeh dan waktu/tempat menunggang yang sholeh, dan dari yang mencelakakan anak adam adalah kejelekan istri, dan kejelekan waktu/tempat penetapan dan kejelekan waktu/tempat menunggang. (Musnad ahmad bin Hanbal, Ahmad bin hanbal, مؤسسة الرسالة, Juz 3)
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَابْنُ أَبِى عُمَرَ - وَاللَّفْظُ لاِبْنِ أَبِى عُمَرَ - قَالاَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا ».
Dari Abi Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rasululloh saw : “Sesungghnya perempuan itudiciptakan dari tulang rusuk jangan kamu uruskan atas sebuah jalan, apabila kamu membiarkannya ia akan tetap begitu dan dia itu bengkok dan bila kamu meluruskannya kamu akan menghancurkannya dan menghancurkannya itu adalah menthalaqnya”( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)

وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِىٍّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ مَيْسَرَةَ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ أَوْ لِيَسْكُتْ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ».
Dari Abi Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rasululloh saw : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari qiyamat, maka apabila satu urusan telah disaksikan maka berkatalah dengan perkataa yang baik, atau diam dan berbuat baiklah kepada perempuan karena sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk dan sesungguhnya sesuatu yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas jika kamu mencoba meluruskannya maka kamu akan mematahkannya dan jika kamu membiarkannya tidak akan merubah karena bengkoknya, berbuat baiklah kepada perempuan dengan baik”.( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)

وَحَدَّثَنِى إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِىُّ حَدَّثَنَا عِيسَى - يَعْنِى ابْنَ يُونُسَ - حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِى أَنَسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ ». أَوْ قَالَ « غَيْرَهُ ».
Dari abi hurairoh ia berkata telah bersabda Rasululloh saw : Tidak boleh seorang mu’min membenci mu’minah, jika membenci darinya akhlaqnya ridhokanlah yang lainnya, atau bersabda “yang lainnya”.( Shohih Muslim, Muslim, دار الجيل بيروت + دار الأفاق الجديدة ـ بيروت, Juz 4)


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang kami uraikan di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.        Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
2.       Pembagian cinta
a.       Secara Psikologi: Cinta kerena nafsu, Cinta pragmatis dan Cinta altruistik.
b.       Berdasarkan manfaat: Cinta Produktif dan Cinta Konsumtif.
3.       Unsur-unsur cinta, terdiri dari: Afeksi, Ikatan, Altrusme, Reciprocation, Kommitmen, Keintiman emosional, Kinship, Passion, Physical intimacy, Self-interest dan Service.
4.       Ta’aruf itu adalah proses saling mengenalkan antara kedua belah pihak, baik itu nama, nasab dan status sosial, maupun keadaan keluarga, harapan dan perinsip hidup. Juga saling mengenalkan hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai.
5.       Prinsip-prinsip ta’aruf
a.       Menjaga pandangan mata dan hati dari hal-hal yang diharamkan, yaitu melihat aurat lawan jenis.
b.       Materi pembicaraan tidak mengandung dosa, dan tidak bermuatan birahi.
c.       Menghindari kholwat, yakni  tidak berduaan ditempat sepi tanpa disertai muhrimnya.
d.       Menghindari persentuhan pisik, seperti berpegangan tangan, berciuman dan berpelukan.
e.       Menjaga aurat masing-masing sesuai aturan syar’i atau Islam.
6.       Ruanglingkup ta’aruf, yang meliputi: Kepribadian, Lingkungan Rumah (Keluarga), Lingkungan sosial (pergaulan) dan Latar belakang pendidikan
7.       Dalam aplikasi ta’aruf, pihak laki-laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Juga diperbolehkan bagi pihak laki-laki untuk melihat wajah calon istrinya.
8.       Pacaran adalah pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, ciuman, berpelukan dan sebagainya. Bahkan sampai terjerumus kedalam perzinahan
9.       Ta’aruf dan pacaran adalah sama-sama suatu proses yang pengaplikasiannya dilakukan sebelum pernikahan.
10.    Ta’aruf hukumnya adalah sunnah, karena dalam definisinya tidak terdapat hal-hal yang menyimpang dari aturan Al-Quran dan As-Sunnah.
11.     Pacaran hukumnya adalah haram, karena dalam definisinya terdapat hal-hal yang menyimpang dari aturan Al-Quran dan As-Sunnah.
12.    Makna ta’aruf ada yang bergeser dan jatuh pada hukum haram sila dalam pelaksanaannya menyerupai apa yang didefinisikan oleh pacaran dan begitu juga sebalikya.
5.2 Saran
Adapun saran yang akan kami sampaikan sehubungan dangan judul “KEDUDUKAN TA’ARUF DALAM PERSPEKTIF ISLAM” adalah:
1.        Semestinya permasalahan ini dibahas atau dikaji lebih mendalam, karena masalah ini merupakan masalah penting yang menyangkut dengan permasalahan hukum dalam bermua’malah.
2.       Dalam Islam hal seperti ini bukanlah hal yang sepele, namun ketelitian diperlukan disini. Oleh karena itu dalam kajian tentang ta’aruf ini, dalil-dalil serta keterangan yang lain mesti diperbincangkan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3.       Bilamana keterangan yang sampai kepada masyarakat dan keadaannya belum pasti atau masih banyak penjelasan lain yang tidak sepihak, maka ditakutkan penetapan itu kurang yakin atau meragukan. Oleh karena itu, perlunya orang yang lebih mengetahui ilmunya, bisa berbagi dan memberi penjelasan kepada orang atau masyarakat yang belum tahu dan kurang mendapat informasi mengenai hal itu.



DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mas Udik. 2005. Muslimah yang Mencari Cinta Tuhannya. Bandung: Mujahid Press.
Abdur Rauf. 2005. Quantum Rohani, cerdas bersama Nabi. Bandung: Tafakur.
Abu Al-Ghifari. 2003. Remaja Korban Mode. Bandung : Mujahid Press.
____________. 2005. Cinta Produktif Memanfaatkan Energi Cinta untuk Puncak Sukses. Bandung: Mujahid Press.
____________. 2006. Ijinkan Aku Mencintaimu. Bandung: Rosalba Press.
____________. 2007. Pacaran yang Islami Adakah?. Bandung: Mujahid Press.
Al-Ma’az, Nabil Hamid. 2005. Menjalin Cinta yang Suci. Bandung: Mujahid Press.
Amirudin, Aam. 2006. Ta’aruf.  Percikan Iman. edisi 12.
Elfariz, Nana Wijana. 2006. Mumpung Kita Masih Muda. Bandung: Rosalba Press
Elsabil, Ame. 2006. Cerdas Berpacaran. Bandung: Rosalba Press.
Hakim, Abdul Hamid. 1927.  Mabadil Awwaliyyah. Jakarta: Sa’adiyah Putra.
Haqani, Luqman. 2004. Kalau Cinta jangan Konyol. Bandung: Pustaka Ulumuddin. 
Muhyidin, Muhammad. 2005 Remaja Miskin Dilarang Pacaran. Yogyakarta: Bina Press.
Sodiq, Burhan. 2007. Ya Allah Aku Jatuh Cinta! Mengelola Cinta Tanpa Harus Terkena Dosa. Sukoharjo: Samudra.
http://assunnah@yahoogroups.com 
http://bowo1984.blogsome.com
http://razzahra.multiplay.com
http://syariahonline.com
http://wppi.wordpress.com
www.wikipedia.com